Hal yang Menarik Selama Kunjungan ke Kota Surabaya dan Kota Batu
Oleh: Arya Suryanegara
Studi lapangan dilaksanakan pada tanggal 22 Januari
sampai 27 Januari 2018. Selama melakukan studi lapangan, ada banyak hal yang
sangat menarik bagi saya. Mulai dari keberangkatan menggunakan kereta hingga
kepulangan mennggunakan pesawat.
Pada tanggal 22 Januari, pukul 9 malam lebih tepatnya KA
Argo Anggrek tiba di Stasiun Gambir. Kami melakukan perjalanan dan tidak ada
hal yang menghambat. Namun sesampainya di Surabaya lebih tepatnya Stasiun
Pasarturi, rupanya kereta KA Argo Anggrek telah mengalami keterlambatan kurang
lebih 1 jam. Hal ini cukup menarik bagi saya sebab selama perjalanan kereta
hanya berhenti sebentar di Cirebon dan di Semarang (bagian dari tujuan Argo
Anggrek).
Pada saat melakukan kunjunungan ke Maspion, hal yang
sangat menarik adalah proses pembuatan sebuah wajan. Mesin pencetak wajan
tersebut mampu membuat model wajan dengan rapi dalam hitungan detik. Banyak brand
asing yang mempercayai PT. Maspion untuk membuatkan wajan kepada mereka. Namun,
PT. Maspion tidak menjual barang tersebut ke Indonesia, sebab PT. Maspion lebih
menyesuaikan dengan pola pikir mayoritas ibu-ibu di Indonesia. Pola pikir
tersebut adalah “Untuk apa membeli panci atau wajan yang bagus, cukup mempunyai
kualitas yang “cukup” saja.”. Di PT. Maspion juga terdapat seluruh display
barang yang mereka buat. Terdapat ratusan display barang yang terdapat di
kantor PT. Maspion.
Di Hotel Oval, terdapat hal yang menarik juga. Sebab,
ketika sampai di Hotel Oval, seluruh lift sudah penuh, dan harus mengantre
panjang sehingga saya menggunakan tangga darurat dari lantai 2. Namun untuk
mencapai tangga darurat tersebut harus melalui sebuah lorong gelap yang panjang.
Hal yang menarik saat di kamar hotel adalah ketika saya membaca sebuah daftar
menu makanan yang disediakan oleh Hotel Oval, harganya cukup murah untuk sebuah
room service sehingga saya Bersama teman-teman
saya memesan dua buah nasi goreng, satu mie goreng, dan satu cumi tepung. Dengan
memesan 4 menu, harganya cukup terjangkau (dibawah Rp. 130.000). Di luar dugaan,
dengan harga makanan yang cukup murah ternyata rasa makanan tersebut sangat
nikmat.
Saat mengunjungi Universitas Airlangga, Fakultas Hukum
lebih tepatnya. Saya mendengarkan sebuah presentasi dari seorang dosen.
Kemudian saya dan teman-teman saya melihat-lihat seluruh ruang simulasi sidang
yang terdapat di Universitas Airlangga. Ada salah satu ruang sidang yang sangat
besar, ruang tersebut disebut sebagai ruang sidang utama. Ruang sidang tersebut
terkadang dipakai untuk sidang sungguhan. Hal tersebut cukup menarik bagi saya
sebab bagaimana bisa salah satu ruang dari sebuah universitas dipakai untuk
sidang sungguhan. Kami juga menyaksikan simulasi sidang yang dilakukan oleh
beberapa orang dari pihak Universitas Airlangga.
Ketika perjalanan ke Gunung Bromo, hal yang menarik
adalah persiapan menuju Bromo. Sebab sebagian besar teman-teman saya menggunakan
pakaian tebal. Padahal di Gunung Bromo tidak terlalu dingin. Setibanya di sekitar
Gunung Bromo. Kami melakukan persiapan untuk pindah ke “Jeep”. Ketika saya
melihat “Jeep” tersebut saya sangat tertegun sebab “Jeep” yang dimaksud adalah
Toyota Landcruiser tahun 1978 atau yang sering disebut “Hardtop”. Hal tersebut
sangat menarik bagi saya sebab masih terdapat banyak Hardtop dengan kondisi
yang terawat. Saya tertarik akan hal tersebut sebab di Jakarta Toyota
Landcruiser “Hardtop” tersebut sangat langka, bahkan hampir tidak ada yang
memilikinya. Sesampainya di Bukit Cinta Bromo. Kami harus berjalan kaki, sebab terlalu
banyak Hardtop yang diparkir dipinggir jalan. Kemudian ketika kamir berjalan menuju
sekitar kawah Gunung Bromo, saya melihat cukup banyak orang yang menyediakan
jasa sewa kuda. Di sana kabut cukup tebal, dan berangin. Namun bagi saya hal
tersebut tidak menjadi hambatan untuk melihat-lihat area sekitar kawah bromo
tersebut. Masih di sekitar Bromo, di Bukit Teletabis saya melihat area sekitar.
Setelah diamati, ternyata Bukit Teletabis merupakan bekas wilayah kawah dari gunung
purba. Hal tersebut sangat menarik bagi saya, sebab apabila Bukit Teletabis
merupakan bekas kawah dari sebuah gunung purba, maka gunung purba tersebut bisa
menjadi gunung purba terbesar di Pulau Jawa.
Hal menarik lainnya adalah ketika saya dan teman-teman
saya mengunjungi sebuah pusat oleh-oleh. Ketika kami melihat sebuah produk,
kami memeriksa tempat produk tersebut diproduksi. Yang menarik adalah banyak produk-produk
yang dibuat dari Bogor, Jakarta Utara, Semarang, dan daerah lainnya yang bukan
dari Kota Batu. Ini menarik bagi saya karena saya menjadi bertanya-tanya pada
diri sendiri mengapa mereka menjual produk yang bukan khas kota Batu atau
Malang.
Di SMA Selamat Pagi Indonesia, saya dan teman-teman
saya diberi sambutan oleh pihak SMA Selamat Pagi. Kemudian ketika kepala
sekolah SMA Selamat Pagi memberi penjelasan tentang siswa didiknya, saya tertarik
untuk mendengarkannya. Ketika saya menyimak topik yang diberikan oleh kepala
sekolah SMA Selamat Pagi, saya menjadi bingung bagaimana caranya SMA Selamat
Pagi mampu mencari anak-anak yang kurang beruntung dari berbagai suku, ras, dan
agama. Hal yang menarik lainnya adalah ketika anak-anak tersebut mampu membuat
sebuah produk dan mendapatkan omzet sebesar Rp. 25.000.000.000 pada tahun 2017.
Hal yang paling menarik adalah ketika mereka mengadakan sebuah tamplian sejenis
drama seperti Skylite namun tentang perbedaan suku, ras, agama Indonesia. Mereka
menampilkan drama tersebut sangat baik, seperti orang profesional. Salah satu
hal lainnya yang menarik adalah bentuk sekolahnya. SMA Selamat Pagi Indonesia sama
sekali tidak mirip dengan model sekolah lainnya. Namun lebih mirip seperti salah
satu destinasi pariwisata. Hal ini cukup menarik bagi saya sebab mereka mampu belajar
dan mengelola pariwisata.
Di Museum Angkut
juga terdapat hal yang menarik. Misalnya, bagaimana cara pihak Museum Angkut
memindahkan sebuah pesawat Boeing 737 ke Museum atau bagimana cara mereka menemukan
ratusan koleksi mobil, sepeda motor, sepeda, dan lain-lain dan mengumpulkannya
di satu tempat.
Gambar: Penulis ketika di Gunung Bromo

Comments
Post a Comment