Kunjungan ke (Bekas) Rumah Tadashi Maeda

Oleh: Arya Suryanegara
Saya bersama teman-teman saya berwisata ke wilayah Jakarta Pusat lebih tepatnya di daerah Menteng. Lalu kami “terdampar” di sebuah museum. Museum tersebut bernama Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Karena kami penasaran, kami mengunjungi museum tersebut. Di museum tersebut kami melihat berbagai macam saksi bisu sejarah yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia, yaitu perumusan naskah teks proklamasi Negara Republik Indonesia. Saya sempat berpikir, mungkin apabila Laksamana Muda Tadashi Maeda tidak memberi izin untuk melaksanakan kegiatan tersebut di rumahnya maka kemerdekaan Indonesia dapat tertunda lebih dari 1 bulan, bahkan bertahun-tahun apabila Belanda mampu mengembalikan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.
Saya bersama teman-teman saya berjalan-jalan berkeliling di sekitar museum tersebut. Kemudian kami menumukan koleksi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Yaitu mesin tik. Mesin tik ini menyimpan berbagai pertanyaan dan misteri bagi sejarawan Indonesia. Sebab keberadaannya hingga kini tidak diketahui. Di sisi lain juga terdapat piringan hitam orisinil pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Nyatanya, rekaman tersebut baru ada pada tahun 1949 atas permintaan seseorang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 di Indonesia, terdapat sebuah peristiwa yang sangat penting dalam sejarah kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Di Jalan Imam Bonjol Nomor, Menteng, RT.9/RW.4, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta, terdapat sebuah rumah yang sangat besar. Rumah tersebut merupakan tempat tinggal seorang laksamana muda Jepang, yaitu Laksamana Muda Tadashi Maeda. Kini rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda dijadikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Untuk memasuki Museum Perumusan Naskah Proklamasi, cukup membayar sebesar dua ribu rupiah. Dengan dua ribu rupiah, maka seluruh koleksi dapat dilihat. Di Museum ini juga memberi tayangan film dokumenter berdurasi kurang lebih 15 menit.  Sebelum menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda sempat dipakai oleh tantara sekutu, terutama Inggris. Di Gedung ini juga sempat terjadi perundingan antara Indonesia dengan Belanda dan Inggris sebagai penengah. Gedung ini juga sempat beralih fungsi menjadi kantor perpustakaan nasional sebelum terdapat peraturan pada tahun 1992 yang mengalihfungsikan Gedung ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Di Gedung ini terdapat beberapa bagian, seperti ruang ketik, ruang pengesahan, ruang berkumpul, kamar mandi Laksamana Muda Tadashi Maeda, kamar tidur Laksamana Muda Tadashi Maeda, Bunker, Ruang tamu, dan lain-lain. Dengan ini, terbukti bahwa Indonesia merdeka tanpa bantuan Jepang. Sebab Jepang (Maeda) hanya memberi akomodasi berupa tempat berkumpul untuk merancang naskah proklamasi.
Tempat tersebut dijadikan sebagai tempat perusuman naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia sebab setelah kembali ke Jakarta dari Rengasdengklok, Soekarno beserta rekan-rekannya harus membuat naska proklamasi untuk dibacakan tanggal 17 Agustus 1945, hal tersebut terjadi sebab Ahmad Soebardjo telah mempertaruhkan nyawanya apabila proklamasi kemerdekaan tidak diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Karena situasi di Jakarta tidak aman, maka, Ahmad Soebardjo yang mengetahui bahwa Laksamana Muda Tadashi Maeda merupakan partisan Indonesia meminjam rumahnya untuk dipakai sebagai tempat berkumpul. Laksamana Muda Tadashi Maeda mengizinkannya, namun hanya lantai satu saja. Sebab Laksamana Muda Tadashi Maeda ingin beristirahat karena sudah pukul 10 malam. Mereka berdiskusi di ruang tamu, kemudian berkumpul di ruang rapat dan sepakat dengan teks yang kita ketahui hingga kini. Kemudian Sayuti Melik mengetik naska proklamasi tersebut menggunakan mesin tik yang dipinjam dari kantor perwakilan angkatan laut Jerman yang disebut sebagai Kriegsmarine. Awalnya, sebelum mengetik sebuah naskah teks proklamasi, terdapat sebuah masalah yang cukup rumit. Di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda hanya terdapat sebuah mesin tik yang menggunakan huruf kanji. Oleh Karena itu, ada orang Jepang bernama Myoshi yang memiliki ide. Yaitu, meminjam mesin tik milik representatif Kriegsmarine di Hindia-Belanda. Maka berangkatlah Myoshi ke kantor representatif Kriegsmarine di Jakarta. Ia meminjam mesin tik milik Korvettenkapitn Dr. Hermann Kendeler. Hal ini yang membuat ketikan teks naskah proklamasi mirip dengan ketikan dokumen Untersee-Boot atau kapal selam milik Jerman yang pernah berdiam di Hindia-Belanda.
Setelah mendapatkan mesin tik milik Kriegsmarine, Sayuti Melik mengetik naskah teks proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia ditemani oleh Boerhanoeddin Mohammad Diah.Sayuti Melik mengetik Teks Naskah Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia di ruangan bawah tangga. Sayuti Melik juga meralat beberapa kata seperti “tempoh” menjadi “tempo”, “Wakil-wakil Bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”, dan “17-8-05” menjadi “Hari 17 Boelan 8 Tahoen 05”. Soekarno menggunakan tahun 05 sebab Soekarno menggunakan penanggalan kalender Jepang. Setelah Sayuti Melik menyelesaikan pengetikkan naskah teks proklamasi, Sayuti Melik langsung meremas-remas tulisan Soekarno menjadi bulat dan kusut karena merasa sudah tidak diperlukan. Tapi Boerhanoeddin Mohammad Diah memungut itu dan memperbanyaknya lewat temannya yang punya percetakan. Tanpa Boerhanoeddin Mohammad Diah, kemerdekaan Indonesia bisa tidak terealisasi. Sebab apabila teks proklamasi tersebut hilang maka Indonesia tidak punya bukti yang menyatakan kemerdekaannya. Setelah diperbanyak, naskah teks proklamasi tersebut disebarluaskan ke masyarakat agar rakyat tahu bahwa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya. Teks naskah proklamasi tersebut dikembalikan ke tangan pemerintah pada pemerintahan Soeharto.
Mesin tik yang dipinjam dari kriegsmarine pun dikembalikkan ke kantor representatif Kriegsmarine Jerman. Mesin tik yang dipakai oleh Sayuti Melik tidak diketahui merek dan jenisnya. Namun yang pasti mesin tik tersebut adalah buatan Jerman yang diproduksi sekitar tahun 1943. Hingga kini, mesin tik asli tersebut tidak diketahui merek, jenis, maupun keberadaannya. Namun pihak museum telah mencoba membuat replika mesin tik tersebut dan mencoba membuat hasil ketikan mesin tiknya menyerupai model mesin tik yang tidak pernah diketahui merek dan jenisnya.
Mesin tik yang terdapat di Museum Perumusan Naskah Proklamasi merupakan replika, namun mesin tersebut sudah ada dari tauhn 1940an. Namun, mesin tik tersebut sudah dimodifikasi agar menyerupai mesin tik Kriegsmarine Jerman. Banyak perdebatan mengenai merek mesin tik yang asli. Ada yang menyebut merek Continental, ada juga yang menyebutnya merek Clemens Mueller GmbH. Banyak teori tentang keberadaan mesin tik tersebut. Ada yang berkata bahwa mesin tik tersebut hancur tenggelam bersama kapal U-Boot di Laut Jawa, ada yang berkata mesin tik tersebut dibawa kembali ke Jerman, ada juga yang berkata mesin tik tersebut dihancurkan agar tidak diambil oleh pasukan sekutu.
Setelah mesin tik dikembalikan ke Kantor Kriegsmarine, maka teks proklamasi yang telah diketik diberikan ke Soekarno agar dapat disahkan dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno enggan membacakan teks tersebut tanpa M. Hatta. Setelah M. Hatta tiba, maka Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia didampingi oleh M. Hatta. Setelah membacakan teks proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Soekarno segera kembali ke kamar tidurnya untuk beristirahat sebab beliau sedang sakit. Namun di halaman rumah Soekarno terjadi pengibaran bendara merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Di Museum Perumusan Naskah Proklamasi juga terdapat piringan hitam yang berupa rekaman orisinil Soekarno. Namun rekaman tersebut terjadi pada tahun 1949. Sebab, pada tahun 1945 lebih tepatnya 17 Agustus, tidak ada orang yang merekam pembacaan proklamasi kemerdekaan. Awalnya Soekarno sangat marah ketika disuruh membacakan teks proklamasi kemerdekaan kembali sebab Soekarno menganggap proklamasi kemerdekaan hanya bisa dibaca 1 kali saja. Namun karena bujukan agar generasi penerus Bangsa Indonesia dapat mendengarkan “kesaksian” proklamasi kemerdekaan, maka Soekarno membacakan kembali teks proklamasi kemerdekaan. Setelah direkam, maka rekaman tersebut disebarluaskan agar masyarakat Indonesia dapat mendengar rekaman pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Piringan hitam tersebut masih ada di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, namun untuk alat pemutarnya mungkin tidak asli atau replika.
Di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, ruangan yang dipakai untuk seluruh kegiatan politik seperti pembahasan proklamasi, penulisan naskah teks proklamasi, pengetikan, pengesahan, dan lain-lain hanya di lantai 1. Sebab lantai 2 dipakai untuk keperluan pribadi Laksamana Muda Tadashi Maeda dan para petinggi angkatan laut Jepang. Di sekitar Museum Perumusan Naskah Proklamasi juga terdapat beberapa perwakilan representatif beberapa negara. Oleh sebab itu, alat tik yang digunakan merupakan pinjaman dari Kriegsmarine. Sebab Kantor perwakilan Kriegsmarine Jerman merupakan tetangga dari Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Gedung Museum Perancangan Naskah Proklamasi juga menyaksikan kesepakatan antara Indonesia dengan Belanda tentang gencatan senjata tahun 1946 yang akhirnya dilanggar oleh pihak Belanda. Gedung tersebut dikembalikan kepada pihak Indonesia setelah campur tangan Belanda dan tantara sekutu di bidang politik Indonesia selesai. Lebih tepatnya pada tahun 1949 setelah penyerahan kekuasaan penuh Hindia-Belanda ke Indonesia yang ditandai dengan penurunan Bendera Hindia-Belanda dan pengibaran Bendera Republik Indonesia di Istana Negara.
Gedung ini langsung dijadikan sebagai kantor dari perpustakaan nasional. Hingga kementerian Pendidikan membuat surat keterangan tentang pengalihfungsian Gedung tersebut menjadi museum agar generasi penerus Bangsa Indonesia menyadari tentang perjuangan Bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.


                                         Gambar penulis beserta mesin tik dan piringan hitam.

Comments

Popular posts from this blog

Kunjungan Asik Ke Bromo

Hari Paling Berkesan Saat Studi Lapangan

TUGU PROKLAMASI