Ketiga Perumus Naskah

Nadya Noor Ariefa XI-IPS-1


Meski telah terjadi puluhan-puluhan tahun yang lalu, hasil buah dari perjuangan para pahlawan nusantara masih terasa sampai sekarang. Titik puncak dari perjuangan serta hasil perjuangan para pahlawan terjadi pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Rengasdengklok, yaitu pengamanan Soekarno dan Hatta ke kota kecil Rengasdengklok di Kabupaten Karawang di Jawa Barat merupakan kejadian yang melatarbelakangi perumusan naskah proklamasi dan pemroklamasian negara Indonesia. Ketiga tokoh yang yang dikenal dan berkontribusi pada perumusan proklamasi adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebarjo. Tentunya semua orang sudah familiar dengan penulisan naskah proklamasi oleh Ir. Soekarno dengan tangan di atas secarik kertas, yang didampingi oleh Mohammad Hatta dan Achmad Soebarjo yang menyumbangkan pikiran dengan lisan.
Pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan sedikit latar belakang mengenai ketiga tokoh tersebut, untuk lebih dalam mengenal dan memahami para pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia berdasarkan apa yang telah saya pelajari dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Ir. Soekarno ketika kecil tidak tinggal bersama dengan orangtuanya di Blitar, melainkan tinggal bersama kakeknya yang bernama Raden Hardjokromo di daerah Tulung Agung, Jawa Timur. Selama tinggal bersama kakeknya, Soekarno tidak sempat untuk bersekolah di Tulung Agung dikarenakan beliau yang pindah bersama orangtuanya ke Mojokerto, Jawa Timur.
Sepindahnya ke Mojokerto, Soekarno bersekolah di Erste Inlandse School yang juga merupakan tempat ayahnya, Soekemi Sosrodihardjo, bekerja sebagai seorang guru. Ditengah-tengahnya bersekolah di Erste Inlandse School, Soekarno berpindah sekolah ke ELS atau Europeesche Lagere School pada tahun 1911 yang merupakan sekolah setingkat dengan sekolah dasar untuk mempersiapkan dirinya masuk ke HBS atau Hogere Burger School yang bertempat di Surabaya. Selulusnya Soekarno dari Hogere Burger School, beliau setelah itu tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau umum dikenal dengan nama panggilanya H.O.S Cokroaminoto yang merupakan seorang teman dari ayahnya.
Sebagai salah seorang pendiri dari organisasi Sarekat Islam, tentunya H.O.S Cokroaminoto sering bertemu dengan para sesama anggota Sarekat Islam lainnya. Pada masa tinggalnya bersama H.O.S Cokroaminoto lah saat Soekarno yang masih muda banyak bertemu dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh SI lainnya seperti Haji Agus Salim dan Abdul Muis.
Pada masa mudanya, Soekarno banyak bertemu orang-orang lain seperti Muso, Alimin, Darsono, dan Semaun, meskipun mereka kelak umum dikenal sebagai tokoh berhaluan kiri. Selain mereka, Soekarno juga sempat akrab dengan Kartosuwiryo. Beliau yang pada kemudian haris mendirikan Darul Islam serta memandu pemberontakan melawan Soekarno meskipun dulu mereka merupakan teman dekat. Mereka semua bersama-sama tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto untuk menambah ilmu pengetahuan serta menambah pelajaran dan pengalaman mengenai kegiatan berorganisasi melalui Sarekat Islam. Masa-masa ini cukup penting untuk Soekarno karena merupakan waktu dimana beliau mulai menumbuhkan jiwa nasionalismenya terhadap Indonesia.
Setelah beliau lulus dari Hogere Burger School pada tahun 1920, Soekarno pindah ke kota Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di Technishe Hoogeschool atau THS. Soekarno berhasil meraih gelar Insinyur di sekolah yang kini dikenal sebagai ITB itu.
Selepasnya dari THS, Soekarno mulai merumuskan ajaran Marhaenismenya yang telah ia pelajari untuk mendirikan salah satu organisasi yang penting dalam pencapaian kemerdekaan Indonesia, yaitu Partai Nasional Indonesia, atau umum disingkat sebagai PNI. PNI pun didirikan pada tanggal 4 Juli 1927. Dikarenakan tujuan PNI yang merupakan kemerdekaan Indonesia, pemerintah colonial Belanda mencurigai kegiatan-kegiatannya dan memenjarakan Soekarno ke penjara Sukamiskin di Bandung pada tanggal 29 Desember 1929. Saat ditampung di penjara Sukamiskin inilah Ir Soekarno membuat pledoi terkenal yang berjudul Indonesia Menggugat. Pledoi tersebut justru menambah parah kemarahan pemerintah colonial Belanda yang sudah parah. Hal tersebut menyebabkan pembubaran PNI oleh Belanda. Setelah dibebaskan pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo atau Partai Indonesia dan menjadi pemimpin organisasi tersebut.
Mohammad Hatta merupakan satu-satunya anak laki-laki dari enam bersaudara. Beliau lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Hatta mulai mengenyam Pendidikan dasarnya di ELS atau Eurpeesche Lagere School. Lalu, ia melanjutkan pendidikannya di MULO atau Meer Uitegbreid Lager Onderjist di kota Padang. Pada saat bersekolah disana, Hatta mulai tertarik pada pergerakan.
Mulai pada tahun 1916, berbagai perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa dan Jong Ambon mulai banyak bermunculan di seluruh nusantara. Sebagai seorang pemuda yang tertarik pada pergerakan, M Hatta bergabung Jong Sumatranen Bond. Disanalah M Hatta memulai pengalamannya. Ia berkedudukan sebagai Bendahara Jong Sumatranen Bond. Dengan pekerjaan itu, beliau menyadari betapa pentingka keuangan bagi berjalannya perkumpulan-perkumpulan seperti itu. Berbagai dukungan finansial baik dari iuran para anggota ataupun dari sumbangan pihak-pihak luar hanya akan dimanfaatkan dengan baik dan lancar jika para anggotanya bertanggungjawab dan disilplin. Dari itulah M Hatta menumbuhkan sifatnya yang bertanggungjawab dan disiplin.
Melanjutkan hidupnya, M Hatta tiba di negeri Belanda pada tahun 1921 untuk belajar di Handels Hoge School atau HHS yang terletak di Rotterdam. Semasa dirinya belajar di Belanda merupakan saat dimana M Hatta bertemu dan bergabung dengan Indische Verediging. Pada tahun 1922, organisasi Indische Vereniging mengubah Namanya menjadi Indonesische Vereniging. Dikarenakan oleh pertolak belakangan organisasi tersebut dengan bekerja sama dengan pemerintah colonial Belanda, Indonesische Vereniging mengubah namanya lagi menjadi Perhimpunan Indonesia atau PI.
Perhimpunan Indonesia memiliki majalah perkumpulan yang dikenal sebagai Hindia Poetra. Atas usaha dan usulan M Hatta, majalah Hindia Poetra berubah nama menjadi Indonesia merdeka dan menjadi majalah perkumpulan yang terbit secara teratur sebagai dasar pengikat para anggota-anggota.
Meskipun M Hatta memiliki niatan awal untuk menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925, beliau lulus ujian handels economie atau ekonomi perdagangan pada tahun 1923. Hal tersebut menyebabkannya untuk menjadi anggota tidak aktif dalam Perhimpunan Indonesia. Pada saat itu juga, dibuka jurusan baru yaitu hokum negara dan hokum administratif. Hal tersebut mendorong Hatta untuk memasuki jurusan tersebut, namun juga dikarenakan oleh minatannya dalam bidang politik.
Karena rencana studinya yang diperpanjang, Hatta diberi kemampuan untuk menjadi ketua PI. Pada tanggal 17 Januari beliau diangkat secara resmi menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Pada pelantikan tersebut, Hatta mengucapkan pidato inagurasinya yang berjudul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen” atau Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Hatta berusaha untuk menganalisis struktur ekonomi dunia. Hal tersebut berbuah hasil yang menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif. Dari tahun 1926 sampai tahun 1930, Hatta terut menerus ditunjuk menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Dengan dipimpin oleh M Hatta, Perhimpunan Indonesia berubah jadi hanya gabungan mahasiswa yang bersekolah di luar negri, menjadi suatu organisasi politik yang mempengaruhi keberlangsungan politik rakyat di seluruh nusantara.
Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret tahun 1896. Beliau adalah anak dari pasangan Teuku Muhammad Yusuf dan Wardinah. Ayah dari Soebardjo saat itu masih merupakan orang keturunan bangsawan Aceh dari Pidie, sedangkan kakek dari Soebardjo merupakan seorang Ulee Balang dan ulama di wilayang Lueng Putu.
Pada Awalnya, Soebardjo tidak memiliki nama Ahmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Ayah beliau memberikannya nama Teuku Abdul Manaf, dan ia dinamakan Achmad Soebardjo oleh ibunya, sedangkan nama Djojoadisoerjo ditambahkan oleh dirinya sendiri saat sudah berumur dewasa ketika ia ditahan di penjara Ponogoro yang dikarenakan oleh peristiwa 3 Juli pada tahun 1946.
Achmad Soebardjo mengenyam Pendidikan di Hogere Burger School di Jakarta yang kini tingkatannya setara dengan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1917. Selulusnya dari Hogere Burger School, beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden di Belanda. Kelulusan dari universitas tersebut memberikan Soebardjo sebuah ijazah Meester in de Rechten atau yang kini disetarakan dengan sebuah sarjana hokum, di bidang undang-undang pada tahun 1933.
Seperti banyak tokoh-tokoh perjuangan lainnya, Soebardjo aktif dalam organisasi-organisasi pergerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Beberapa diantaranya yang diikuti oleh Soebardjo adalah Jong Java serta Persatuan Mahasiswa Indonesia yang berada di negri Belanda. Bersama dengan Mohammad Hatta, Soebardjo menjadi perwakilan Indonesia bersama dengan ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa yang dinamakan “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah” pertama di Brussels pada bulan Februari 1927. Liga berikutnya dilaksanakan di Jerman. Persidangan pertama liga tersebut juga mendatangkan tokoh-tokoh nasionalisme dari negara lain seperti Jawaharlal Nehru, seorang tokoh besar nasionalisme dari India.  
Kembalinya dari “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah”, Soebardjo menjadi seorang anggota aktif Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Cosakai. Setelah itu, ia juga menjadi aggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Inkai.
Memasuki peristiwa Rengasdengklok, pada tanggal 16 Agustu 1945, sejumlah pejuang kalangan muda seperti Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih, serta pemuda-pemuda lainnya membawa Soekarno dan Moh Hatta ke Rengasdengklok untuk menjauhi mereka dari pengaruh Jepang. Para pejuang tersebut menyatakan dan berusaha untuk meyakinkan Soekarno mengenai penyerahan Jepang, dan bahwa sekarang merupakan saat yang tepat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Pada saat itu, Soebardjo menjadi perwakilan kalangan tua yang menjadi penengah antara kalangan muda dan tua.


Comments

Popular posts from this blog

Kunjungan Asik Ke Bromo

Hari Paling Berkesan Saat Studi Lapangan

TUGU PROKLAMASI