Mengenang Kekejaman PKI

Oleh : Safira Prameswari R XI IPS 1
PKI adalah Partai Komunis Indonesia yang mulai
beroperasi sejak Mei 1914. PKI juga merupakan partai komunis non-penguasa
terbesar di dunia setelah negara Rusia dan Tiongkok, sebelum akhirnya
PKI dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang pada
tahun berikutnya.
PKI pernah
melakukan pemberontakan pada November 1926. PKI memimpin
pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera
Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Bersama Alimin,
Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI di era tersebut sedang tidak
berada di Indonesia. Ia sedang melakukan pembicaraan dengan Tan
Malaka yang tidak setuju dengan langkah pemberontakan tersebut.
Pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial.
Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500 dipenjara,
sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven
Digul, sebuah kamp tahanan di Papua . Beberapa orang
meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga
menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan
kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan
terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah
tanah.
Rencana
pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam
perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan
Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di
Sumatra. Tan Malaka memprediksi bahwa pemberontakan akan gagal, karena
menurutnya basis kaum proletar Indonesia adalah rakyat petani bukan buruh
seperti di Uni Soviet. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai
pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai
tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu,
beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan
Silungkang di Sumatra. Pada masa awal
pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena
banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso
kembali dari pengasingan di Moskwa, Uni
Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun
Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kemudian PKI bergerak di berbagai
front, seperti misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan
Indonesia , yang tak lama kemudian berpihak pada PKI.
Lalu pada
tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan
terjadi kembali atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun
berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama
Soeharto.
“Resolusi Dewan
Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu
benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada
saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan
mengambil alih kekuasaan.
Para
pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan
Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada
di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu
untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum
para jedral mendahuluinya. Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan
pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya
sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu
identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan.
Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil
membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan
berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang
masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya
untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri
mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat
Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi
dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika
Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang
diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.
Karena PKI takut
kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan
Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah
sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat
tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Para
pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun
mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan
siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi
yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali. Disisi lain, Soeharto
sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui
bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam.
Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto
sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di
kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih
penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan
aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan
penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto
untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima
Kostrad.
Tanggal 30
September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI.
Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang
telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili
dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka
kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa
yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga
mati para jendral tersebut.
Untuk
mengenang jasa para jendral yang telah disiksa oleh PKI, sejarah kekejaman
itupun ditulis di kompleks Lubang Buaya yang berada di Pondok Gede, Jakarta
Timur. Di museum pengkhianatan PKI sebelum ruang diorama, terdapat ruang yang
menampilkan tiga mosaik, antara lain korban keganasan pemberontakan PKI di
Madiun pada 1948, pengangkatan jenazah 7 pahlawan Revolusi di lubang buaya pada
4 Oktober 1965, dan Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap para tokoh PKI
tahun 1966-1967.
Memasuki
lorong diorama, ada salah satu diorama yang dikerubungi pengunjung, yakni
pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Diorama tersebut mengisahkan saat
Republik Indonesia sibuk menghadapi Belanda, PKI melancarkan kampanye politik
menyerang pemerintah, melakukan aksi teror, mengadu domba angkatan bersenjata
dan melakukan sabotase ekonomi.
Pada 18
September 1948 dini hari, PKI melakukan aksi pembunuhan terhadap sejumlah tokoh
militer, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat di Madiun. PKI kemudian
mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia serta pembentukan Pemerintah
Front Nasional di Gedung Karesidenan Madiun. Selain itu, di lokasi Monumen
Pancasila terdapat sebuah rumah kecil yang dikenal dengan nama Rumah
Penyiksaan. Pada saat terjadinya pemberontakan, rumah ini digunakan oleh
pasukan G30S PKI sebagai tempat menawan dan menyiksa para Jenderal, sebelum
akhirnya dibunuh hingga dimasukkan ke dalam sumur maut yang hanya berukuran 75
centimeter dan berkedalaman 12 meter.
Selanjutnya di museum Paseban, terdapat diorama
tentang peristiwa G30S PKI mulai dari rapat persiapan pemberontakan, penculikan
para Jenderal, dan tertembaknya Ade Irma Suryani Nasution yakni putri dari
Jenderal A.H Nasution ialah perwira tinggi target penculikan yang berhasil
melarikan diri.
Comments
Post a Comment