Perumusan Naskah Proklamasi (Kunjungan Museum)

Oleh : ARVYZA RAMA AJINUGROHO


Pada hari minggu pagi yang cerah dan bershabat, saya Bersama teman-teman saya yang tidak punya tujuan untuk bepergian memutuskan untuk berekreasi ke Museum di daerah Jakarta Pusat. Sungguh sesuatu yang diluar dugaan. Apalagi di zaman modern ini anak-anak seperti kita yang dijuluki “kidz jaman now” ini sangatlah kecil kemungkinan untuk berekreasi ke museum. Mereka pasti ke tempat bermain, mall dan sebagainya. Akan tetapi kita ini berbeda, karena kita suka sejarah dan ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah Indonesia. Kami memutuskan untuk pergi ke museum karena kebetulan sekali ada tugas dari sekolah. Itulah salah satu motif kami berangkat ke museum.

Minggu pagi kami memutuskan untuk angkat kaki dari rumah masing-masing, dari sekian banyak museum yang ada di Jakarta akhirya kami memutuskan untuk pergi ke museum perumusan naskah proklamasi. Museum tersebut dulunya merupakan rumah dari orang Jepang yang bernama laksamada tadashi maeda. Pada tanggal 16-17 Agustus 1945 beliau mengizinkan Bung Karno dan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia untuk menggunakan rumah dinasnya sebagai tempat perumusan naskah proklamasi. Museum tersebut terletak di Jalan Imam Bonjol No.1 RT.9/RW.4 Menteng Menteng 9, RT.9/RW.4, 4, Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310. Museum ini dibuka pertama kali pada tanggal 24 November 1992. Bangunan museum ini terlihat bentuknya masih seperti pada aslinya tetapi sudah ada perbaikan agar gedungnya bisa bertahan lama. Barang-barang yang terdapat di museum tersebut ada sebagian barang yang asli dan banyak barang yang sudah diganti menjadi replika. Tiket masuk ke museum ini hanya dua ribu rupiah untuk warga Indonesia. Untuk turis asing dikenakan harga sebesar sepuluh ribu rupiah.

Di Museum ini juga memberi tayangan film dokumenter berdurasi kurang lebih 15 menit.  Sebelum menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda sempat dipakai oleh tantara sekutu, terutama Inggris. Di Gedung ini juga sempat terjadi perundingan antara Indonesia dengan Belanda dan Inggris sebagai penengah. Gedung ini juga sempat beralih fungsi menjadi kantor perpustakaan nasional sebelum terdapat peraturan pada tahun 1992 yang mengalihfungsikan Gedung ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Di Gedung ini terdapat beberapa bagian, seperti ruang ketik, ruang pengesahan, ruang berkumpul, kamar mandi Laksamana Muda Tadashi Maeda, kamar tidur Laksamana Muda Tadashi Maeda, Bunker, Ruang tamu, dan lain-lain. Dengan ini, terbukti bahwa Indonesia merdeka tanpa bantuan Jepang. Sebab Jepang (Maeda) hanya memberi akomodasi berupa tempat berkumpul untuk merancang naskah proklamasi.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pada jam 23.00, Ir. Soekarno bersama tokoh tokoh lainnya kembali menuju Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi setelah kejadian Rengasdengklok. Pada pagi sebelumnya tokoh okoh peroklamasi beserta presiden RI mengadakan pertemuan dengan anggota PPKI yang bertempat di hotel jalan Gajah Mada. Tetapi pertemuan tersebut dibatalkan karena Jepang telah mengetahui rencana PPKI beserta yang lainnya. Kemudian Prediden soekarno dengan yang lain menuju ke Jakarta. Sesampainya disana mereka ingin menginap di hotel Des Indes Kedutaan Indonesia. Namun hal tersebut tidak diperbolehkan karena hotel tersebut sudah tidak melayani karena waktunya sudah terlalu larut sekitar pukul 22.30 WIB.

Pada saat pertemuan pertama dengan PPKI gagal, Achmad Soebardjo kemudian membawa Ir. Soekarno dengan yang lainnya kerumah Laksamana Maeda yang bertempat di Jalan Imam Bonjol No. 1. Setelah sampai dirumah Laksamana Maeda, Ir. Soekarni bersama rombongan langsung membahas mengenai tujuannya datang kerumah laksamana maeda tersebut. Laksamana Maeda kemudian membantu Ir. Soekarno dalam merencanakan proklamasi. Kemudian laksamana maeda membawa Ir, Soekarno untuk bertemu Gunseikan atau kepala pemerintahan militer Jepang. Namun rencana tersebut gagal karena Gunseikan tidak mau bertemu karena sudah terlalu larut malam. Laksamana maeda pun tidak patah semangat. Selanjutnya Ir. Soekarno bersama penterjemah penterjemah bahasa jepang tersebut dibawa menuju Departemen Umum Pemerintah Militer untuk bertemu Somubuco yang merupakan direktur departemen tersebut.

Pertemuan tersebut dilakukan untuk melakukan kerjasama dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Rumah laksamana maeda digunakan untuk merumuskan teks proklamasi. Ir. Soekarno melakukan kerjasama dengan Nishimura namun tidak ada kata sepakat dalam perjanjiannya. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta memiliki tekat yang kuat untuk melakukan rapat PPKI. Namun hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena Soekarno-Hatta langsung di bawa ke Rengasdengklok. Pada saat hal tersebut terjadi Nishimura menyerahkan pelaksanaan Kemerdekaan RI kepada PPKI. Namun  apabila jepang menyerahkan kekuasaan kepada sekutu maka mereka tidak dapat merubah status quo. Pada akhirnya Nishimura melarang untuk diadakannya rapat PPKI.

Pada saat itulah Ir. Soekarno yang didampingi oleh Hatta sadar bahwa tidak ada gunanya berunding dengan Jepang mengenai pelaksaan proklamasi untuk warga Indonesia. Mereka berharap agar Jepang tidak mempersulit Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya. Ir SOekarno bersama yang lainnya pun mengadakan rapat untuk perumusan teks proklamasi tanpa campur tangan dari pihak Jepang.

Setelah peristiwa Rengasdengklok, rombongan Ir. Soekarno segera kembali ke Jakarta sekitar pukul 23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia). Namun, tidak jadi karena pihak hotel tidak mengizinkan kegiatan apa pun selepas pukul 22.30 WIB. Di hotel yang terletak di Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan pertemuan anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya. Dalam keadaan demikian, Achmad Soebardjo membawa rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Setelah tiba di Jl. Imam Bonjol No. 1, Soekarno dan Moh. Hatta lalu diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto. Akan tetapi, Gunseikan menolak menerima Soekarno - Hatta pada tengah malam. Dengan ditemani oleh Maeda, Shigetada Nishijima, Tomegoro Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai penterjemah, mereka pergi menemui Somubuco (Direktur/ Kepala Departemen Umum Pemerintah Militer Jepang) Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Tujuannya untuk menjajaki sikapnya terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata sepakat antara Soekarno - Hatta di satu pihak dengan Nishimura di lain pihak. Soekarno - Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat PPKI pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 Rapat PPKI itu tidak jadi diadakan karena mereka dibawa ke Rengasdengklok. Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada PPKI. Di lain pihak, Nishimura menegaskan garis kebijaksanaan Panglima Tentara ke-XVI di Jawa, bahwa dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.

Berdasarkan garis kebijaksanaan itu, Nishimura melarang Soekarno - Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Sampailah Soekarno - Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka hanya berharap pihak Jepang supaya tidak menghalang-halangi pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.

Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Maeda. Di rumah Maeda telah hadir, para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Setelah berbicara sebentar dengan Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo, maka kemudian Laksamana Maeda minta diri untuk beristirahat dan mempersilahkan para pemimpin Indonesia berunding di rumahnya. Para tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Kemudian di ruang makan Maeda dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B. M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Soekarno pertama kali menuliskan kata pernyataan Proklamasi sebagai judul pada pukul 03.00 WIB. Achmad Soebardjo menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya”. Soekarno menuliskan: Jakarta, 17 – 8 – 05 Wakil-wakil bangsa Indonesia sebagai penutup.

Pada pukul 04.00 WIB dini hari Soekarno meminta persetujuan dan tanda tangan kepada semua yang hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda menolak dengan alasan sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang. Sukarno mengusulkan agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh, yakni Soekarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima. Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.  Perubahan dalam naskah Proklamasi terdiri dari:
  •        Kata tempoh diubah mendai tempo
  •        Kata-kata "wakil-wakil bangsa Indonesia" pada bagian akhir naskah diubah menjadi "atas          nama bangsa Indonesia".
  •       Perubahan penulisan tanggal, yaitu "Djakarta, 17-8-05" menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8       tahoen 05. Tahun 05 merupakan singkatan dari tahun Jepang (Sumera), yakni tahun 2605           yang   bertepatan dengan tahun 1945 Masehi.

Pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya, naskah itu harus disebarluaskan. Timbullah persoalan tentang cara penyebaran naskah tersebut ke seluruh Indonesia. Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun, Soekarno tidak setuju karena lapangan Ikada merupakan tempat umum yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Ia sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Usul tersebut disetujui dan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakannya bersama Hatta di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.






Penulis di ruang perumusan naskah proklamasi


Suasana di ruang perumusan naskah proklamasi


Comments

Popular posts from this blog

Peran Sayuti Melik dalam Perumusan Naskah

Kunjungan Asik Ke Bromo

Hari Paling Berkesan Saat Studi Lapangan