Peran Sayuti Melik dalam Perumusan Naskah


Oleh: Kayla Azura A.
Kelas: XI IPS 1

Suatu hari saya berkunjung ke museum naskah proklamasi yang berada di Jalan Imam Bonjol di Kota Jakarta Pusat. Saat saya berkunjung ke museum tersebut, saya berkeliling dan mengambil banyak foto. Salah satunya adalah foto Sayuti Melik sedang mengetik naskah proklamasi. Sekarang saya akan menjelaskan sedikit tentang beliau dan perannya dalam proklamasi kemerdekaan serta proses perumusan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Mohammad Ibnu Sayuti lahir pada tanggal 22 November tahun 1908 di Sleman, Yogyakarta. Orang tuanya bernama Abdul Mu'in alias Partoprawito dan Sumilah. Istri beliau bernama Soerastri Karma. Istri Sayuti Melik merupakan seorang aktivis perempuan sekaligus wartawan. Dalam Biografi Sayuti Melik disebutkan pendidikan beliau di mulai dari Sekolah Ongko Loro (SD) di Srowolan Solo hanya sampai kelas 4 dan setelah itu dilanjutkan di Yogyakarta. Sejak masih muda beliau merupakan penulis yang mampu membuat belanda merasa terganggu, kisah hidup Sayuti melik juga diisi dengan penahanan berkali-kali oleh Belanda. Beliau juga pernah di buang di Boven Digul pada tahun 1927-1933 karena dianggap terlibat dengan PKI oleh Belanda. Selama satu tahun beliau juga pernah ditawan dan dipenjara di Singapore, pada tahun 1937 beliau pulang ke Jakarta namun dimasukkan ke sel di Gang tengah hingga 1938.

Beliau juga mendirikan koran Pesat di semarang yang segala bagian redaksi hingga percetakan dan penjualan beliau kerjakan sendiri bersama istrinya. Namun mereka tetap tidak terlepas dari pengasingan. Selama menerbitkan koran tersebut, Sayuti Melik atau istrinya bergantian keluar masuk penjara dan pengasingan. Hal itu dikarenakan tulisan mereka yang tajam dan kritis. Pada kependudukan Jepang tepatnya Putera didirikan, atas bantuan Bung Karno Sayuti Melik dan istrinya dapat bersatu kembali. Selain aktif dalam dunia jurnalis, biografi Sayuti melik juga menyebutkan bahwa dirinya juga menjadi anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) (Dokuritsu Junbi Inkai). Sayuti melik merupakan pemuda ataupun golongan tua yang sangat mendukung segera diproklamirkan kemerdekaan Indonesia. 

Karier politik Sayuti Melik semakin berkembang. Beliau pernah menjabat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sedangkan pada masa orde baru karier politik Sayuti Melik berkembang menjadi DPR pada tahun 1971 hingga 1977. Beliau meninggal pada 27 Februari 1989. Penghargaan yang beliau dapat adalah Bintang Mahaputra (1961) dan BIntang mahaputra Adiprana pada tahun 1973. 

Hal-hal yang dapat diteladani dari Sayuti Melik adalah antara lain beliau memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, dengan ikut serta dalam perumusan teks proklamasi. Beliau berpendirian teguh dan bertanggung jawab, dapat diketahui dari sosok belau yang rela tidak tidur demi menyelesaikan ketikan teks proklamasi. Beliau berani mempertaruhkan nyawanya untuk mewujudkan kemerdekaan. Beliau merupakan sosok yang berani dan pantang menyerah. 


Pada tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Bung Hatta diasingkan dan dibawa ke Rengasdengklok. Pengasingan tersebut bertujuan untuk menyakinkan Bung Karno dan Bung Hatta segera menyatakan kemerdekaan Indonesia, ketika Jepang sedang kalah dari sekutu. Hal ini juga bertujuan agak Bung Karno dan Bung Hatta setuju menyatakan kemerdekaan Indonesia tanpa pengaruh bangsa Jepang yang berarti kami merdeka dengan usaha sendiri. Saya akan cerita sedikit tentang peristiwa tersebut.

Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Usaha dan rencana para pemuda untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan tentara Jepang tidak dapat dilaksanakan. Dalam peristiwa rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, menyatakan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.

Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia itu.

Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB.

Pada saat pertemuan pertama dengan PPKI gagal, Achmad Soebardjo kemudian membawa Ir. Soekarno dengan yang lainnya kerumah Laksamana Maeda yang bertempat di Jalan Imam Bonjol No. 1. Setelah sampai dirumah Laksamana Maeda, Ir. Soekarni bersama rombongan langsung membahas mengenai tujuannya datang kerumah laksamana maeda tersebut. Laksamana Maeda kemudian membantu Ir. Soekarno dalam merencanakan proklamasi. Kemudian laksamana maeda membawa Ir, Soekarno untuk bertemu Gunseikan atau kepala pemerintahan militer Jepang. Namun rencana tersebut gagal karena Gunseikan tidak mau bertemu karena sudah terlalu larut malam. Laksamana maeda pun tidak patah semangat. Selanjutnya Ir. Soekarno bersama penerjemah penerjemah bahasa jepang tersebut dibawa menuju Departemen Umum Pemerintah Militer untuk bertemu Somubuco yang merupakan direktur departemen tersebut.

Pertemuan tersebut dilakukan untuk melakukan kerjasama dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Rumah laksamana maeda digunakan untuk merumuskan teks proklamasi. Ir. Soekarno melakukan kerjasama dengan Nishimura namun tidak ada kata sepakat dalam perjanjiannya. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta memiliki tekat yang kuat untuk melakukan rapat PPKI. Namun hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena Soekarno-Hatta langsung di bawa ke Rengasdengklok. Pada saat hal tersebut terjadi Nishimura menyerahkan pelaksanaan Kemerdekaan RI kepada PPKI. Namun  apabila jepang menyerahkan kekuasaan kepada sekutu maka mereka tidak dapat merubah status quo. Pada akhirnya Nishimura melarang untuk diadakannya rapat PPKI.

Pada saat itulah Ir. Soekarno yang didampingi oleh Hatta sadar bahwa tidak ada gunanya berunding dengan Jepang mengenai pelaksaan proklamasi untuk warga Indonesia. Mereka berharap agar Jepang tidak mempersulit Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya. Ir SOekarno bersama yang lainnya pun mengadakan rapat untuk perumusan teks proklamasi tanpa campur tangan dari pihak Jepang.


Setelah Proses Rengasdengklok kemudian Soekarno beserta Hatta dibawa kembali menuju rumah Maeda. Didalam rumah tersebut telah didatangi oleh pemimpin pemimpin pergerakan, beberapa anggota Chuo Sangi In, pemimpin pemuda, dan semua anggota PPKI. Dalam pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh Maeda karena maeda undur diri karena ingin beristirahat tetapi tetap mempersilahkan para tokoh tersebut agar menggunakan rumahnya dalam melakukan perumusaan. Rumah Maeda kemudian digunakan dalam proses perencanaan perumusan teks proklamasi. Kemudan Ir. Soekarno, Muh. Hatta dan Achmad Soebardjo merumuskan teks proklamasi di ruang makan Maeda dengan disaksikan oleh Miyoshi, Sudiro, Sukarni maupun B. M. Diah.

Pada pukul 03.00 pagi Ir. Soekarno menyampaikan pernyataan pertama yang dijadikan judul teks proklamasi. Selanjutnya Achmad Soebardjo menuliskan kalimat pertama yaitu "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia". Disambung dengan kalimat dari Moh. Hatta yaitu " Hal hal yang mengenai pemindahan kekusaan dan lain lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat singkatnya". Kemudian penutup kalimat disampaikan oleh soekarno yaitu " Jakarta, 17-08-1945 Wakil Wakil bangsa Indonesia".

Perumusan teks proklamasi kemudian selesai pada pukul 04.00 WIB. Perumusan tersebut kemudian tinggal proses persetujuan semua pihak serta tanda tangan semua pihak yang hadir dalam proses perumusan teks proklamasi. Namun pihak pemuda tidak setuju jika semua menandatanganinya karena terdapat pihak pihak dari Jepang yang ikut hadir. Dengan pertentangan ini, Sukarni mengusulkan bahwa teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh saja sebagai perwakilan bangsa Indonesia. Tokoh tersebut ialah Soekarno dan Hatta. Usul tersebut diterima. Selanjutnya teks tersebut diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik namun mengalami beberapa perubahan. Perubahan tersebut meliputi kata tempoh diganti dengan kata tempo, kalimat "wakil wakil bangsa indonesia" pada penutup teks proklamasi diganti menjadi "atas nama bangsa Indonesia", merubah tanggal proklamasi dari "Djakarta, 17-08-1945" diubah menjadi " Djakarta, 17 boelan 8 tahoen 05". Tahun 05 adalah tahun yang disingkat dari tahun milik Jepang, yaitu pada tahun 2605 yang masih sama dengan tahun 1945 masehi.

Kemudian naskah proklamasi tersebut telah diselesaikan pada pertemuan pada hari itu. Rakyat Indonesia harus mengetahui bahwa naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia telah selesai dibuat. Namun Ir. Soekarno bersama tokoh lainnya bingung bagaimana cara menyebarkan teks proklamasi tanpa terjadi bentrok antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi dibacakan di Lapangan Ikada agar didengar oleh seluruh rakyat. Namun Soekarno menolak karena disana terdapat militer Jepang yang mengawasi. Soekarno tidak ingin rakyat menjadi korban. Soekano mengusulkan bahwa naskah proklamasi tersebut sebaiknya dibacakan di rumahnya saja yaitu di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Para tokoh pun termasuk Hatta menyetujui usul tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB. Ir. Soekarno bersama dengan Moh. Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Kunjungan Asik Ke Bromo

Hari Paling Berkesan Saat Studi Lapangan