Revolusi Agustus (PKI)


Namiera Hamidah  XI IPS 1

PKI berada dalam Revolusi Agustus dalam keadaan dimana belum menyimpulkan pengalaman-pengalamannya mengenai front persatuan, dimana masih tetap tidak berpengalaman dalam pembangunan Partai dan tidak berpengalaman dalam perjuangan bersenjata.
Atas desakan massa dengan juru bicaranya pemimpin-pemimpin revolusioner yang masih muda-muda di antaranya terdapat anggota-anggota PKI yang selama pendudukan Jepang memimpin organisasi-organisasi di bawah tanah, pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan  Republik Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945 ini adalah penjelmaan dari pada hasrat merdeka Rakyat Indonesia yang selama lebih dari 3 abad penjajahan Belanda belum pernah padam dan dalam masa pendudukan Jepang hasrat ini bertambah besar.
Kaum buruh, kaum tani, golongan pemuda, dan pelajar progresif Indonesia, dengan mengambil contoh dari banyak negeri di Eropa yang membebaskan diri dari imperialisme sesudah tentara fasis dikalahkan, serta mendapat inspirasi dari perjuangan kemerdekaan yang besar dari Rakyat Tiongkok, mengerti akan kemungkinan-kemungkinan suatu revolusi yang telah ditentukan oleh sejarah. Pada saat proklamasi dinyatakan, kecuali tentara Jepang yang sudah kalah, tidak ada pasukan tentara lainnya di Indonesia (kecuali di Irian Barat). Situasi yang baik ini digunakan secara tepat oleh Rakyat Indonesia.
Kaum buruh, kaum tani, golongan pemuda, dan pelajar progresif dengan gigih mempertahankan Republik Indonesia, mula-mula melawan tentara Jepang, kemudian melawan tentara Inggris, dan dalam dua perang kolonial melawan tentara Belanda.
Walaupun perjuangan Rakyat Indonesia ini banyak mengalirkan darah patriot-patriot dan walaupun diadakan bermacam-macam percobaan militer oleh imperialis Belanda untuk menghancurkan Republik, tetapi Republik tetap berdiri.
Belanda hanya berhasil dalam usahanya untuk melemahkan Republik dengan menggunakan penasihat-penasihat Inggris dan Amerika serta bantuan kaki tangannya orang-orang Indonesia sendiri, dengan menempuh jalan panjang, jalan “perundingan secara damai”, intrik, dan provokasi, persetujuan-persetujuan yang menguntungkan imperialisme di bawah ancaman meriam dan bom.
Kaum sosialis kanan di bawah pimpinan Sutan Syahrir, yang sejak permulaan Revolusi sudah menguasai pemerintahan, adalah pemegang-pemegang rol penting dalam melayani politik “perundingan secara damai” di bawah ancaman meriam dan bom. Ini dimungkinkan, karena massa Rakyat Indonesia, berhubung dengan penindasan kolonial yang lama, tak dapat mempunyai barisan yang cukup menguasai ajaran-ajaran revolusioner dari Marx, Engels. Lenin, dan Stalin.
Revolusi Agustus adalah Revolusi dari pada front persatuan nasional, dimana pukulan dipusatkan dan ditujukan pada imperialisme asing dan dimana borjuasi nasional memberikan sokongannya pada Revolusi.
Mengenai front persatuan nasional selama revolusi (1945-1948) dalam laporan umum kepada Kongres Nasional V PKI antara lain dikatakan bahwa:
“Borjuasi nasional kembali masuk ke dalam front persatuan setelah melihat bahwa kekuatan Revolusi Rakyat adalah besar. Revolusi Rakyat yang mempunyai kekuatan besar telah membikin borjuasi nasional pada tahun-tahun permulaan revolusi mempunyai sikap yang teguh”.
Tetapi, dikatakan lebih lanjut, “Kelemahan Partai di lapangan politik, ideologi, dan organisasi menyebabkan Partai tidak mampu memberikan pimpinan kepada keadaan obyektif yang sangat baik ketika itu”.
Mengenai Partai, dalam hubungan dengan borjuasi nasional ini dikatakan bahwa:
“Dalam revolusi ini Partai telah meninggalkan kebebasannya dalam politik, ideologi, dan organisasi dan Partai tidak mementingkan pekerjaannya di kalangan kaum tani, dan inilah sebab pokok dari pada kegagalan revolusi. Lemahnya pimpinan revolusi menyebabkan revolusi terus-menerus mengalami kekalahan-kekalahan di lapangan militer, politik, dan ekonomi dan kekalahan-kekalahan ini telah membikin ragu borjuasi nasional dan akhirnya mereka memilih pihak kaum komprador dan imperialis. Resolusi PKI ‘Jalan Baru untuk Republik Indonesia’ yang disahkan oleh Konferensi PKI bulan Agustus 1948 adalah jalan keluar dari keadaan sulit yang dihadapi oleh Republik Indonesia ketika itu. Tetapi pelaksanaan resolusi ini didahului oleh provokasi pemerintah Hatta-Sukiman-Natsir yang menelurkan ‘Peristiwa Madiun’.”
Satu hal yang sangat menguntungkan ialah, bahwa pada permulaan Revolusi dapat didatangkan dari Australia dan Eropa buku-buku teori mengenai Marxisme-Leninisme. Tetapi, buku-buku teori ini ditulis dalam bahasa asing, terutama dalam bahasa Inggris dan Belanda, sehingga hanya terbatas sekali kader-kader yang dapat mempelajarinya. Pekerjaan menerjemahkan buku-buku teori ke dalam bahasa Indonesia sangat kurang mendapat perhatian dari elemen-elemen yang berkuasa di dalam pimpinan Partai ketika itu. Tetapi walaupun demikian, buku-buku teori ini telah memungkinkan lahirnya tulang punggung Partai dari kalangan kader-kader Partai yang mempunyai kesempatan mempelajari sendiri buku-buku ini. Walaupun tidak mungkin dalam jumlah yang banyak, tetapi ini adalah kemungkinan pertama kali bagi PKI untuk melahirkan tulang punggung yang berteori dari kalangannya, dan ini merupakan salah satu jaminan yang penting untuk perkembangan PKI selanjutnya.
Selama revolusi Partai mempunyai kekuatan-kekuatan bersenjata, tetapi Partai tidak mampu menguasainya. Secara tidak teratur kader-kader Partai mempelajari ilmu kemiliteran dan ilmu peperangan revolusioner. Belajar dari perang revolusioner Rakyat Tiongkok, Kawan Amir Syarifuddin, yang beberapa kali menjabat menteri Pertahanan dalam pemerintahan, berjuang untuk memenangkan pikiran, bahwa perang gerilya adalah salah satu bentuk perjuangan yang tepat untuk memenangkan revolusi. Kawan Amir Syarifuddin harus berjuang keras melawan pikiran-pikiran dari pemimpin-pemimpin militer yang memandang rendah perang gerilya. Di satu pihak kawan Amir Syarifuddin berhasil memenangkan pikirannya, tetapi di pihak lain pelaksanaannya mendapat rintangan-rintangan karena ditentang oleh mereka yang menganggap rendah perang gerilya, karena kekurangan kader militer yang mengerti, dan arena dipersulit oleh tidak adanya politik front persatuan dan politik pembangunan Partai yang tepat.
Salah satu kesalahan pokok dari pada Partai dalam belajar dari Revolusi Tiongkok ketika itu ialah, bahwa Partai hanya berusaha untuk mengetahui persamaan antara revolusi Tiongkok dan revolusi Indonesia, tetapi tidak berusaha untuk mengetahui perbedaan-perbedaan, tidak melihat keadaan yang khusus di Indonesia.
Menurut pengalaman di Tiongkok, untuk suatu negeri yang terbelakang seperti Indonesia, peperangan gerilya, pembentukan daerah-daerah gerilya bebas dan pengorganisasian tentara pembebasan Rakyat dalam daerah-daerah ini adalah satu di antara bentuk perjuangan yang tepat untuk mencapai kebebasan nasional yang penuh. Tetapi di Indonesia bentuk perjuangan ini tidak mendapat kemungkinan seluas-luasnya seperti di Tiongkok. Ini disebabkan oleh karena keadaan-keadaan khusus di Indonesia.
Syarat-syarat yang paling menguntungkan untuk bentuk peperangan gerilya ialah daerah-daerah yang luas, daerah pegunungan dan hutan-hutan yang luas serta yang jauh letaknya dari kota-kota dan jalan-jalan perhubungan. Keadaan di Indonesia hanya memenuhi sebagian dari syarat-syarat ini.
Selanjutnya, dari pengalaman kaum Komunis Tiongkok dapat kita ketahui bahwa kaum Komunis Tiongkok mendapat daerah belakang yang bisa dipercaya hanya setelah mereka mencapai daerah Tung Pei (Mancuria) yang berbatasan dengan Uni Soviet. Setelah mereka mendapatkan Uni Soviet sebagai daerah belakangnya. Tjiang Kai-sek tidak bisa lagi mengepung kekuatan-kekuatan revolusi Tiongkok. Lagi pula setelah bisa menghindarkan diri dari bahaya kepungan musuh, maka kaum Komunis Tiongkok berada dalam kedudukan mengadakan serangan-serangan berencana terhadap pasukan-pasukan Tjiang Kai-sek.
Revolusi Indonesia tidak mempunyai syarat-syarat demikian itu. Indonesia adalah negeri yang terdiri dari pulau-pulau. Tentara pembebasan Rakyat tidak bisa menyandarkan diri pada Negara tetangga yang bersahabat sebagai daerah belakangnya.
Apakah dengan mengemukakan kenyataan-kenyataan di atas berarti bahwa peperangan gerilya tidak bisa digunakan di Indonesia? Sama sekali tidak demikian. Tetapi yang seharusnya kita lakukan, untuk membikin cara peperangan gerilya lebih efektif dalam keadaan-keadaan yang berlangsung di Indonesia, ialah mengkombinasikan cara peperangan gerilya dengan aksi-aksi revolusioner kaum buruh di kota-kota yang diduduki oleh musuh, dengan aksi-aksi pemogokan ekonomi dan politik yang bersifat umum. Dalam keadaan-keadaan seperti di Indonesia, adalah mempunyai arti yang istimewa pemogokan-pemogokan kaum buruh di semua lapangan perhubungan, yaitu kereta api, mobil, lautan, udara, sebab pemogokan-pemogokan umum oleh proletariat di lapangan-lapangan ini bisa sangat melemahkan musuh revolusi dan dengan demikian berarti memberi bantuan yang kuat kepada perjuangan gerilya. Pekerjaan di daerah pendudukan Belanda yang ditujukan untuk mengorganisasi kaum buruh dan memimpin aksi-aksi kaum buruh sangat tidak mendapat perhatian kaum Komunis selama Revolusi Agustus.
Selain dari pada itu, selama revolusi Agustus PKI tidak melakukan pekerjaan yang intensif di kalangan tenaga-tenaga bersenjata Belanda yang tidak sedikit terdiri dari anak-anak kaum tani dan kaum buruh yang bisa ditarik ke pihak revolusi. Padahal, pekerjaan revolusioner yang intensif di tengah-tengah kekuatan bersenjata musuh dapat sangat melemahkan kekuatan musuh dan ini berarti bantuan yang penting kepada perjuangan gerilya.
Jadi, peperangan gerilya selama Revolusi Agustus bisa meluas dan dikonsolidasi jika PKI ketika itu meletakkan pemecahannya dalam pekerjaan mengkombinasikan tiga bentuk perjuangan, yaitu perjuangan gerilya di desa (terutama terdiri dari kaum tani), aksi-aksi revolusioner oleh kaum buruh di kota-kota yang diduduki oleh Belanda dan pekerjaan yang intensif di kalangan tenaga bersenjata Belanda.
Kekalahan-kekalahan dalam perjuangan bersenkata dan kendornya semangat revolusioner di dalam kekuatan bersenjata senantiasa berakibat mundurnya pekerjaan front persatuan dan pembangunan Partai. Tanda-tanda dari pada kekalahan Revolusi Agustus nampak setelah beberapa bagian dari pada kekuatan bersenjata, dengan dikendalikan oleh orang-orang reaksioner, menentang gerakan kaum buruh dan kaum tani.
Dalam keadaan dimana Revolusi Agustus hampir kalah, PKI dalam Konferensinya bulan Agustus 1948, atas usul Kawan Musso, mensahkan sebuah resolusi yang bernama “Jalan Baru Untuk Republik Indonesia” sebagai jalan keluar dari keadaan pelik yang dihadapi oleh Republik Indonesia ketika itu.
Resolusi “Jalan Baru” telah mengingatkan Partai akan kewajiban-kewajibannya yang terpenting, yang selama revolusi Agustus dilalaikan atau tidak dikerjakan sama sekali:
Mengenai front persatuan dikatakan bahwa selama revolusi
“kaum Komunis telah lalai mengadakan front nasional sebagai senjata revolusi nasional terhadap imperialisme. Walaupun kemudian mereka mulai sadar akan kepentingan front nasional itu, akan tetapi kaum Komunis belum paham sungguh-sungguh tentang teknik untuk membentuknya. Beberapa macam bentuk front nasional selama tiga tahun ini telah didirikan, akan tetapi selalu tinggal di atas kertas belaka, hanya berupa konvensi di antara organisasi-organisasi atau di antara pemimpin-pemimpin saja, sehingga jikalau ada sedikit perselisihan di antara pemimpin-pemimpin front nasional itu lalu menyebabkan bubarnya. PKI berkeyakinan, bahwa pada saat ini Partai kelas buruh tidak dapat menyelesaikan sendiri revolusi demokrasi borjuis ini dan oleh karena itu PKI harus bekerja bersama dengan partai-partai lain. Kaum Komunis sudah semestinya harus berusaha mengadakan persatuan dengan anggota-anggota partai-partai dan organisasi-organisasi lain. Satu-satunya persatuan semacam itu ialah front nasional”.
Mengenai inisiatif yang harus diambil oleh kaum Komunis dalam membentuk front nasional dikatakan, bahwa inisiatif ini
“sekali-kali tidak berarti, bahwa kaum Komunis memaksa partai lain atau orang lain supaya mengikutinya, melainkan PKI harus meyakinkan dengan secara sabar kepada orang-orang yang tulus hati, bahwa satu-satunya jalan untuk mendapat kemenangan ialah membentuk front nasional yang disokong oleh semua Rakyat yang progresif dan anti-imperialis. Tiap Komunis harus yakin benar-benar, bahwa dengan tidak adanya front nasional kemenangan tidak akan datang”.
Mengenai perjuangan bersenjata dikatakan dalam resolusi “Jalan Baru”, bahwa perjuangan ini harus diutamakan. Perjuangan bersenjata harus diutamakan karena imperialis Belanda terus-menerus berusaha memperkuat tenaga militernya. Selanjutnya dikatakan bahwa
“Tentara sebagai alat kekuasaan Negara yang terpenting harus istimewa mendapat perhatian. Kader-kader dan anggota-anggotanya harus diberi pendidikan istimewa yang sesuai dengan kewajiban tentara sebagai aparat terpenting untuk membela revolusi nasional kita yang berarti pula membela kepentingan Rakyat pekerja. Tentara harus bersatu dengan dan disukai oleh Rakyat. Dengan sendirinya dan terutama di kalangan kader-kadernya harus dibersihkan dari anasir-anasir yang reaksioner dan kontra-revolusioner”.
Resolusi tersebut mengkritik kelalaian memberikan jaminan kepada anggota-anggota ketentaraan dan kepolisian-negara khususnya, dan kepada Rakyat pekerja umumnya (buruh dan pegawai negeri), sehingga menyebabkan terlantarnya nasib mereka.
Mengenai Partai dikatakan bahwa kesalahan pokok dari kaum Komunis ialah telah mengecilkan rol PKI sebagai satu-satunya kekuatan yang seharusnya memegang pimpinan kelas buruh dalam menjalankan revolusi. Berdasarkan kesalahan ini, resolusi “Jalan Baru” mengatakan bahwa PKI memutuskan memajukan usul”
“supaya di antara tiga Partai yang mengakui dasar-dasar Marxisme-Leninisme (PKI, Partai Sosialis dan Partai Buruh Indonesia – DNA) yang sekarang telah tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat serta telah menjalankan aksi bersama, berdasarkan program bersama, selekas-lekasnya diadakan fusi (peleburan), sehingga menjadi satu Partai Kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yaitu Partai Komunis Indonesia…”
Berhubung dengan sokongan PKI pada politik reaksioner dari kaum sosialis kanan yang dipelopori oleh Sutan Syahrir, resolusi “Jalan Baru” menyatakan bahwa dengan menyokong politik kaum sosialis kanan itu, PKI sudah membikin dua macam kesalahan:
Kesalahan pertama, bahwa PKI tidak memahami ajaran revolusioner, “bahwa revolusi nasional anti-imperialis di jaman sekarang ini sudah menjadi bagian dari pada revolusi proletar dunia”, bahwa “revolusi nasional di Indonesia haru berhubungan erat dengan tenaga-tenaga anti-imperialis lainnya di dunia, yaitu perjuangan revolusioner di seluruh dunia, baik di negeri-negeri jajahan atau negeri setengah-jajahan, maupun di negeri-negeri kapitalis…”
Kesalahan kedua, bahwa oleh PKI “tidak cukup dimengerti perimbangan kekuatan antara Uni Soviet dan imperialis Inggris-USA, setelah Uni Soviet berhasil dengan sangat cepatnya menduduki seluruh Manchuria. Pada waktu itu, sudah ternyata kedudukan Uni Soviet yang sangat kuat di benua Asia, yang mengikat banyak tenaga militer dari pada imperialis USA, Inggris, dan Australia dan dengan demikian memberi kesempatan baik bagi Rakyat Indonesia untuk memulai revolusinya. Pada saat itu, kaum Komunis Indonesia sudah membesar-besarkan kekuatan Belanda dan imperialisme lainnya dan mengecilkan kekuatan revolusi Indonesia serta golongan anti-imperialis lainnya”.
Resolusi menyatakan bahwa PKI mengubah politiknya, yaitu dengan tegas membatalkan persetujuan Linggarjati dan Renville, yang dalam prakteknya telah menjadi sumber dari pada bermacam-macam keruwetan di antara pemimpin-pemimpin dan Rakyat jelata. Penolakan persetujuan Linggarjati dan Renville berarti juga otokritik yang keras di kalangan PKI.
Disimpulkan dalam Resolusi tersebut bahwa kesalahan-kesalahan prinsipiil dari pada PKI selama Revolusi Agustus ialah karena lemahnya ideologi Partai. Berhubung dengan ini diputuskan bahwa anggota-anggota Partai harus mempelajari teori Marxisme-Leninisme. Tiap-tiap Komunis diwajibkan membaca dan mempelajari teori revolusioner dan diwajibkan mengadakan kursus-kursus di kalangan kaum buruh dan kaum tani agar supaya dengan demikian mereka selalu dapat menghubungkan teori dan praktek dengan erat. Teori yang tidak dihubungkan dengan massa tidak dapat merupakan kekuatan, akan tetapi sebaliknya yang berhubungan erat dengan massa merupakan kekuatan yang maha hebat.
Demikianlah, dengan resolusi “Jalan Baru” diletakkan dasar-dasar untuk pekerjaan yang lebih baik dari pada PKI di lapangan front persatuan, perjuangan bersenjata, dan pembangunan Partai. Resolusi “Jalan Baru” adalah merupakan hukuman yang tidak mengenal ampun terhadap oportunisme di dalam dan di luar Partai. Ia adalah langkah penting untuk menyelamatkan revolusi Indonesia yang sedang dalam bahaya dan langkah penting yang pertama untuk membangun Partai tipe Lenin dan Stalin.
Politik baru PKI telah memungkinkan timbulnya pasang baru dalam revolusi Indonesia. Rapat-rapat umum yang diadakan oleh PKI, dimana program baru PKI dijelaskan, mendapat kunjungan puluhan sampai ratusan ribu orang. Massa menyambut ajakan PKI dengan antusias untuk meneruskan peperangan kemerdekaan melawan imperialisme Belanda. Kedok pemerintah reaksioner yang berkuasa ketika itu dan kedok partai Masyumi yang anti-Komunis mulai terbuka di hadapan massa. Massa mulai memahamkan bahwa jalan baru yang ditunjukkan oleh PKI adalah satu-satunya jalan untuk memenangkan revolusi.
Takut akan pasang baru dalam revolusi Indonesia, imperialisme Belanda dan Amerika dengan kaki tangannya orang-orang Indonesia mempergiat usahanya dan menetapkan tindakan-tindakannya untuk menghancurkan PKI dan gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh PKI.
Akhirnya, bulan Agustus 1948, timbul provokasi-provokasi di Solo dan kemudian di beberapa tempat lain. Opsir-opsir tentara yang revolusioner dibunuh secara pengecut. Kantor-kantor serikat-serikat buruh dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) diduduki dengan paksa oleh pasukan tentara yang tertentu. Kaum sosialis kanan, kaum trotskis, dan partai Masyumi merupakan pembantu-pembantu imperialis yang giat dalam merealisasi politik anti-Komunis.
Dalam pertengahan September 1948 terjadi insiden di Madiun di kalangan tentara, antara golongan yang menyetujui politik reaksioner dan provokatif dari pemerintah ketika itu dengan golongan yang tetap setia pada revolusi. Kejadian ini disebut oleh pemerintah Hatta dan dengan mengatakan, bahwa di Madiun terjadi perebutan kekuasaan oleh kaum Komunis dan kaum Komunis mendirikan Negara Soviet. Dengan alasan dusta ini pemerintah menyerukan kepada semua aparatnya untuk mengejar, menangkap, dan membunuh anggota-anggota serta pengikut-pengikut PKI. Dengan ini mengamuklah teror putih yang kedua, duplikat dari pada teror putih Pemerintah Belanda tahun 1926-1927. Tetapi yang kedua ini lebih kejam dan lebih ganas dari yang pertama. Juga anggota-anggota Masyumi dimobilisasi untuk mengejar, menangkap, dan membunuh Komunis. Dalam keadaan demikian, tidak ada jalan lain bagi kaum Komunis kecuali mengangkat senjata dan membela diri dengan sekuat tenaga terhadap teror putih yang sedang mengamuk.
Provokasi Madium adalah satu persiapan untuk perang kolonial Belanda yang baru yang terjadi dalam bulan Desember 1948, dan semuanya ini merupakan persiapan untuk memaksa Indonesia lebih jauh berkapitulasi kepada imperialisme Belanda. Memang, tidak lama kemudian diadakan gencatan senjata dengan Belanda yang diikuti oleh Konferensi Meja Bundar di negeri Belanda.
Selama peperangan melawan Belanda pada akhir tahun 1948 sampai permulaan tahun 1949, kader-kader dan anggota-anggota PKI, termasuk mereka yang dikeluarkan atau melarikan diri dari penjara-penjara pemerintah Hatta, dengan gagah berani ambil bagian dalam membela Republik Indonesia di front-front terdepan. Kenyataan ini membuka mata Rakyat akan kepalsuan fitnahan-fitnahan kaum reaksioner yang dilemparkan kepada PKI selama “Peristiwa Madiun”. Perlawasan PKI yang gigih terhadap tentara Belanda menaikkan prestise politik PKI di mata Rakyat dan ini telah membikin pemerintah tidak mungkin mengeluarkan PKI dari undang-undang.
Pada tanggal 2 November 1949, ditandatanganilah persetujuan KMB yang khianat oleh pihak Indonesia dan pihak Kerajaan Belanda. Selama perundingan, Amerika Serikat menempatkan Marle Cochran di Nederland, sebagai tukang bagi instruksi kiri dan kanan.
Keadaan front persatuan sejak Provokasi Madiun (1948) sampai turun panggungnya pemerintah Masyumi, Kabinet Sukiman (1951), dalam laporan umum kepada Kongres V PKI dikatakan bahwa:
“borjuasi nasional memisahkan diri dari front persatuan anti-imperilisme dan memihak pemerintah Hatta-Sukiman-Natsir yang memprovokasi ‘Peristiwa Madiun’. Borjuasi nasional ikut berkapitulasi kepada imperialisme dengan menyetujui persetujuan KMB yang khianat… Politik borjuasi nasional yang memisahkan diri dari front persatuan terasa sangat berat bagi Partai, karena Partai, berhubung kelemahan pekerjaannya di kalangan kaum tani, belum dapat bersandar kepada kaum tani. Keadaan ini memaksa Partai menjalankan taktik untuk mendapatkan waktu guna menarik kembali borjuasi nasional ke dalam front persatuan anti-imperialisme dan untuk memperbaiki serta memperkuat pekerjaan Partai di kalangan kaum tani. Kebenaran taktik Partai ini dibuktikan oleh perkembangan politik dalam negeri yang baru yang dimulai dalam tahun 1952”.
Kesimpulan dari pada semuanya ini ialah:
Revolusi Agustus (1945-1948) telah mengalami kekalahan karena PKI dalam menghadapi revolusi ini masih belum menyimpulkan pengalaman-pengalamannya dalam soal front persatuan dan tidak berpengalaman dalam soal perjuangan bersenjata dan dalam soal pembangunan Partai.


Comments

Popular posts from this blog

Peran Sayuti Melik dalam Perumusan Naskah

Kunjungan Asik Ke Bromo

Hari Paling Berkesan Saat Studi Lapangan