KOLEKSI SENJATA MUSEUM POLRI
Oleh : Malika Hasna Putri Dhahana
Kelas : XI IPS 1
Museum POLRI Jakarta merupakan
museum elok dengan rancangan bagus yang diresmikan oleh Presiden SBY pada 1
Juli 2009, pada hari yang sama dengan hari Ulang Tahun POLRI. Kepolisian Negara
Republik Indonesia (POLRI) adalah nama resmi yang dipakai setelah kesatuan ini
terpisah dari Angkatan Bersenjata atau TNI pada tahun 2000.
Bangunan Museum POLRI Jakarta terletak di Jl. Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, persis sebelum pos jaga yang melakukan pengecekan saat pengunjung akan memasuki Markas Besar POLRI yang ada di lokasi sama.
Bangunan Museum POLRI Jakarta terletak di Jl. Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, persis sebelum pos jaga yang melakukan pengecekan saat pengunjung akan memasuki Markas Besar POLRI yang ada di lokasi sama.
Berdasarkan sejarah Museum
Polri, ide pembangunan Museum Polri dicetuskan oleh Kapolri Jenderal Polisi
Bambang Hendarso Danuri dengan tujuan melestarikan nilai-nilai kesejarahan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pewarisannya kepada generasi
mendatang. Polisi Indonesia adalah polisi pejuang sejak dicetuskannya
Proklamasi Kemerdekaan RI. Deklarasi Polisi Istimewa di Surabaya tak lama
setelah proklamasi kemerdekaan dilanjutkan dengan konsolidasi organisasi
kepolisian yang bersifat nasional pada 1 Juli 1946 oleh Kepala Kepolisian
Negara Jenderal Polisi R.S. Soekanto menjadi dasar keunikan sejarah Kepolisian
Negara Republik Indonesia dibanding institusi kepolisian negara-negara lain.
Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) mempunyai perjalanan sejarah yang panjang dari awal mula pembentukannya
hingga sekarang. Polri awalnya bukan saja sebagai pelindung dan penjaga
ketertiban masyarakat melainkan sebagai salah satu kekuatan perang dalam
mempertahankan wilayah Indonesia. Misalnya, ikut berperan dalam penumpasan
kelompok separatis dan terlibat langsung dalam operasi tempur Trikora dan
Dwikora. Selama masa kepemimpinan Soeharto, Polri merupakan bagian dari
Angkaran Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Saat itu mereka terlibat dalam
operasi militer di Timor Leste, Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam. Namun
sejak tahun 1998, seiring dengan lengsernya Presiden Soeharto, peta
perpolitikan Indonesia pun berubah. Hal itu memberikan dampak terhadap Polri,
ia tak lagi berada dalam ABRI dan fokus dalam menjalankan fungsi perlindungan
serta pelayanan kepada masyarakat.
Museum Polri memberikan gambaran sejarah
perjalanan tersebut dengan menampilkan berbagai foto dan benda-benda bersejarah
lainnya selama perkembangan POLRI. Dengan dilengkapi multimedia sehingga akan
membuat daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Di lantai dua menghadirkan
Kids Museum yang dengan beberapa fasilitas
games sebagai medianya.
Beberapa koleksi museum yang dapat
dilihat diantaranya persenjataan yang dimiliki oleh Polri dari saat terbentuk
hingga saat ini. Diantaranya adalah jenis Senapan Garand M1 yang merupakan
buatan Amerika tahun 1917. Senapan ini dimiliki Polri saat pertama kali
terbentuk dengan cara merebut dari Belanda. Kemudian ada Senapan Karabin Lee
Enfield yang merupakan buatan Inggris tahun 1971, Jenis senapan ini juga pernah
digunakan diberbagai negara seperti Kanada dan India. Kemudian ada jenis
senjata Roket SPG 82 yang merupakan peluncur roket buatan Uni Soviet tahun 1947
dan digunakan oleh Resimen II Brimob Jawa Barat saat operasi pengamanan Pepera
tahun 1963.
M1 Garand adalah senapan
semi-otomatis pertama yang dijadikan senapan standar untuk infanteri.
Senapan ini menggunakan peluru kaliber .30-06
Springfield. Senapan M1
Garand menggantikan senapan Springfield M1903 sebagai
senapan standar militer Amerika Serikat pada
tahun 1936. Kemudian senapan ini digantikan oleh senapan jenis M14 pada tahun 1957.
Senapan ini banyak digunakan pada Perang Dunia II dan Perang Korea.
Pada Perang Vietnam tidak seberapa banyak lagi
pemakaian jenis senjata ini. Mayoritas M1 Garand dipakai oleh tentara Amerika
Serikat, tetapi ada juga yang dipinjamkan ke negara lain contohnya Indonesia
yang ikut memakai senapan ini bagi bataliyon infanterinya. Pihak TNI juga
sempat beberapa waktu yang lalu meminjam pakaikan senapan M1 Garand ini pada
Departemen Kehakiman RI khususnya Lembaga Pemasyarakatan pada era pemerintahan
Presiden Soeharto. Namun sekitar awal tahun 2000 senjata ini ditarik kembali
oleh TNI dari semua jajaran kantor Lembaga Pemasyarakatan.
Senapan M1 dikembangkan oleh Springfield
Armory, dan didesain
oleh John Garand. Prototipnya mulai disempurnakan pada
tahun 1930an. Walaupun sudah secara resmi diadopsi pada tahun 1932, M1 Garand
baru dipakai pada tahun 1936, atas perintah langsung dari Jendral Douglas MacArthur.
Springfield Armory mulai memproduksi
senapan ini pada akhir 1930an dan terus menambah jumlah produksi pada tahun
1940 sampai 1945. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Winchester Repeating
Arms Company juga
diberi kontrak untuk memproduksi M1 Garand. Angkatan
Darat Inggris juga
sempat melirik M1 Garand untuk menggantikan Lee-Enfield No.1 Mk III, tetapi dibatalkan karena M1 gagal dalam tes.
Kemampuan M1 Garand untuk menembak secara
semi-otomatis memberi keuntungan yang signifikan di medan perang. Tentara Jerman dan Jepang lebih
banyak memakai senapan kokang manual atau sering disebut Bolt Action. Senapan ini kemudian dikenal sebagi
"senapan semi-otomatis pertama yang digunakan oleh militer Amerika
Serikat", dan Jenderal George S. Patton pun
mengakui kehebatan senapan ini dengan mengatakan bahwa senapan ini adalah
"Alat tempur paling hebat yang pernah diciptakan".Keunggulan M1
inilah yang mendorong pihak Sekutu dan Axis untuk memproduksi dan mengembangkan
senapan yang memiliki kemampuan tembak semi-otomatis dan full-otomatis.
M1 Garand terbukti sebagai senapan yang
handal dalam pemakaiannya pada Perang Dunia II dan Perang Korea.
Jepang pun mengembangkan desain tiruannya menjelang akhir Perang Dunia II,
tetapi belum sempat mencapai tahap produksi. Tahun 1957, M1 Garand digantikan
oleh senapan M14.
Walau begitu, M1 Garand masih dipakai di Perang Vietnam pada
tahun 1963. Senapan M1 Garand akhirnya digantikan seluruhnya pada tahun 1965.
Seri senapan Lee-Enfield adalah desain
senapan aksi-baut tertua yang masih dalam penggunaan resmi; Senapan Lee-Enfield
digunakan oleh pasukan cadangan dan kepolisian di banyak negara-negara Persemakmuran
Inggris, terutama Kanada,
di mana mereka adalah senapan resmi utama yang digunakan Pasukan Keamanan Kanada, dan India,
di mana Lee-Enfield secara luas dikeluarkan untuk unit militer cadangan dan
polisi. Opsir polisi India yang membawa SMLE Mk* III dan senapan Ishapore 2A1
menjadi pemandangan yang biasa di semua stasiun
kereta api di India
setelah terjadinya pengeboman kereta api Mumbai tahun 2006 dan serangan teroris Mumbai November 2008. Senapan ini juga masih terlihat
digunakan oleh di tangan pasukan cadangan dan kepolisian Pakistan dan Bangladesh. Di Britania Raya, senapan
peluru-tunggal kaliber 0,22 Nomor 8 digunakan secara teratur dengan Angkatan
Kadet / Calon Perwira sebagai senapan bidik ringan.
Banyak tentara Afganistan dalam perang Perang Soviet-Afghanistan dipersenjatai dengan senapan Lee-Enfield
(senapan umum di Timur Tengah
dan di Asia Selatan).
Senapan Lee-Enfield saat ini masih diproduksi di daerah Celah
Khyber, karena senapan
aksi-baut masih tetap senjata efektif di medan padang
gurun dan lingkungan pegunungan di mana akurasi jarak jauh lebih penting
ketimbang laju tembakan. Senapan Lee-Enfield masih populer di wilayah tersebut
hingga saat ini, meskipun kesiapan dan ketersediaan senjata yang lebih modern
seperti SKS
dan AK-47.
Pasukan pemerintah Nepal telah
dipersenjatai dengan senapan Lee-Enfield Mk III / senapan III* untuk memerangi
para pemberontak Maois,
dan bahwa para Maois pun dipersenjatai dengan senapan SMLE di antara
senjata-senjata lainnya juga. [9] Senapan Lee-Enfield juga telah terlihat
digunakan baik di tangan Maois-Naxal
dan polisi India dalam pemberontakan Maois-Naxal yang sedang berlangsung di pedesaan
India.
Senapan ini dimodifikasi oleh beberapa
negara selama masa Perang Dunia I dan II, Perang Korea dengan perubahan antara
lain penambahan cheek-piece, penggantian model laras dengan yang lebih berat,
dan alat bidik optik. Senapan ini dikenal juga dengan L42A1 yang merupakan modifikasi menjadi
senapan runduk No. 4 Mk. 1 menggunakan amunisi kaliber 7.62mm NATO.
SPG-82 (transliterasi Rusia: Stankovyi
Protivotankovyi Granatomet - peluncur granat antitank berat) adalah peluncur
roket antitanke beroda Soviet yang mulai beroperasi setelah berakhirnya Perang
Dunia II. Itu diganti dalam dinas Soviet oleh senapan recoilless B-10 dari 1954
tetapi tetap beroperasi dengan beberapa pasukan, terutama di Timur Tengah
hingga tahun 1970-an. [1] SPG-82 juga dibawa oleh BRIMOB (Brigade Mobil Polisi
Indonesia) sambil melindungi perakitan PAPERA di Bandung pada tahun 1963. Isi [sembunyi] 1 Deskripsi 2 Amunisi 3 Lihat
juga 4 Catatan 5 Referensi Deskripsi [sunting] Senjata ini terdiri dari tabung
laras panjang dengan moncong berkobar, didukung oleh kereta sederhana dengan dua
roda padat kecil. Sebuah pad bahu melengkung melekat pada sisi kiri laras, dan
perisai besar dipasang untuk melindungi awak dari ledakan belakang yang
dihasilkan oleh proyektil roket. Perisai tidak cukup tebal untuk memberikan
perlindungan dari tembakan musuh. Senjatanya biasanya ditembakkan dari kereta,
tetapi dapat diturunkan dan dipukuli oleh dua orang yang bekerja bersama untuk
mendukung senjata. Senjata ini
menembakkan dua jenis proyektil, sebuah putaran eksplosif / fragmentasi tujuan
umum, OG-82, dan armor anti-tank yang menusuk, PG-82. Ini memiliki dua set
pemandangan besi yang sesuai dengan dua putaran berbeda yang ditembakkan oleh
senjata. Penglihatan HE lulus ke 700 meter sementara jarak efektif senjata
untuk putaran HEAT sekitar 200 meter.
Comments
Post a Comment