Kunjungan ke museum Satria Mandala
Oleh : Reyvanza R R R M // XI IPS 1
“Jas Merah” atau Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Salah satu kalimat orasi yang pernah disuarakan oleh Presiden Soekarno pada
salah satu pidato Kenegaraannya yang terakhir pada Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Mengingat kembali sejarah Berdirinya
Indonesia, tidak lepas dari sejarah militer dalam masa perang kemerdekaan dan
operasi-operasi sesudah merdeka melawan gerakan-gerakan separatis yang
mengancam kedaulatan bangsa dan wilayah Indonesia. Museum Satria Mandala adalah
salah satu alternatif tempat rekreasi edukasi tentang sejarah militer. khususnya,
untuk me-refresh kembali ingatan kita tentang sejarah militer Indonesia dari
aspek senjata-senjata yang mendukung operasi-operasi militer Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia atau yang sekarang dikenal Tentara Nasional
Indonesia (TNI). sebagian besar benda-benda yang dipamerkan terlihat sudah kusam
dan berdebu. beberapa senjata tua yang di pajang terlihat sudah mulai berkarat
dan catnya mengelupas. Namun, terlepas dari masalah tersebut, saya cukup puas
dengan koleksi senjata dan benda-benda sejarah militer yang dipamerkan. Saya
juga mengabadikan beberapa foto yang dapat mengingatkan kembali kenangan
keberanian dan rela berkorban para pahlawan perwira bangsa pada saat berperang
dan mengabdi kepada Ibu Pertiwi.
Dihalaman depan museum yang luas, terpajang beberapa koleksi
Alutsista dari matra darat, laut dan udara yang sudah tidak aktif lagi.
Senjata-senjata tersebut berasal dari era tahun 60an awal hingga tahun 70an
seperti salah satu pesawat tempur tersohor Mig-21 Fishbed, replika kapal
torpedo KRI Macan Tutul yang terkenal dengan peristiwa Laut Aru hingga Rudal
SA-1 Guideline yang menjadi tameng udara penangkal serangan rudal atau pesawat
tempur.
Setelah membeli tiket di loket yang berada di Lobi utama
museem, kita akan memasuki ruangan pertama yang berisi lambang-lambang kesatuan
TNI dan POLRI serta replika naskah teks Proklamasi. Yang menarik disini adalah
lambang kesatuan matra darat, laut dan udara TNI masih sejajar dengan lambang
POLRI seperti di era Orde Baru dimana POLRI secara struktur organisasi masih
menyatu dibawah TNI.
Masuk lebih ke dalam gedung, pengunjung akan melewati lorong
yang berisi diorama dengan latar belakang kisah perang kemerdekaan, pembacaan
teks proklamasi, penumpasan pemberontakan DI/TII, pertempuran Surabaya dan lain
sebagainya. setelah itu, pengunjung akan memasuki ruang koleksi yang berisi
benda-benda pribadi peninggalan Jenderal Besar Sudirman seperti jubah, tongkat
komndo dan tandu yang dipakai untuk membawa Mbah Dirman yang sedang sakit saat
sedang memimpin pasukan dalam pertempuran Ambarawa. Terdapat koleksi Presiden
Soeharto dan Jenderal A.H. Nasution berupa baju kedinasan TNI dan foto-foto
semasa hidupnya.
Selanjutnya, Pengunjung akan memasuki ruangan yang berisi
koleksi atribut ketentaraan di lingkungan TNI seperti panji-panji kesatuan,
lencana, brevet, seragam, pangkat dan foto-foto Panglima TNI dari masa kemasa
serta foto-foto alutsista yang pernah maupun masih digunakan TNI.
Setelah pengunjung disuguhi pengetahuan seputar atribut
ketentaraan, selanjutnya pengunjung akan memasuki ruangan senjata-senjata
personil seperti pistol dan senapan laras panjang, senjata-senjata berat
seperti senapan mesin dan meriam “bazooka”. selain itu terdapat pula torpedo
kapal selam dan ranjau laut TNI AL yang sudah tidak aktif lagi.
Setelah melihat-lihat koleksi di ruang senjata, pengunjung
akan melewati pintu keluar yang menghubungkan dengan halaman belakang museum.
Disini terdapat beberapa koleksi kedirgantaraan berupa pesawat tempur, pesawat
latih dan helikopter yang pernah digunakan oleh TNI. Beberapa koleksi merupakan
saksi sejarah kedikdayaan angkatan udara yang pernah dimiliki Indonesia semasa
operasi Trikora, dimana terdapat pesawat tempur canggih dan ditakuti di
jamannya “si moncong merah P-51 Mustang dan pesawat tempur pembom B-25
Mitchell. Tidak hanya itu, terdapat pula pesawat capung untuk pertanian buatan
dalam negeri “Gelatik” dan pesawat tempur rampasan jepang yang dikenal dengan
nama “Cureng”. Di sebelah kiri halaman
belakang museum juga terpajang deretan kendaraan tempur darat dan amfibi berupa
tank, panser dan angkut personil yang juga pernah digunakan dalam operasi
Trikora tahun 60an. sedangkan di sebelah kanan halaman belakang museum terdapat
koleksi mobil, panser dan ambulance yang pernah digunakan TNI.
beberapa perasaan saya saat berkunjung ke Museum Satria
Mandala ini. Pertama, tentunya perasaan bangga bisa melihat dan merasakan
kembali masa-masa perjuangan para pahlawan perwira bangsa dalam memperjuangkan
kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan negara. Indonesia dengan segala
keterbatasannya pada masa-masa penjajahan, bisa bangkit dan membangun sebuah
angkatan bersenjata pertahanan negara yang besar dan disegani. Semua yang
terjadi hari ini, tentunya tidak akan lepas dari bagaimana sebuah sejarah
terjadi. Kedua, Penulis merasa sedih karena masih kurangnya perhatian dari
instansi terkait dalam hal pengelolaan benda-benda peninggalan yang pastinya
memliki nilai sejarah yang berharga. Khususnya pengelolaan museum satria
mandala, mengingat museum ini letaknya strategis yaitu ditengah kota Jakarta
dan pastinya akan menjadi alternatif wisata yang menyajikan edukasi kemiliteran
bagi masyarakat. Hal ini penting karena dapat memberikan nilai-nilai patriotis
dan bela negara khususnya bagi generasi muda agar kokoh pendirian dan jiwanya
sebagai warga negara. Harapan penulis hanya satu, semoga kedepannya setiap
instansi terkait baik pemerintah maupun swasta agar lebih memperhatikan hal-hal
yang mungkin masih dianggap sepele seperti ini. Seperti sebuah penyakit kronis
yang dibiarkan begitu saja, mungkin dampak nyata tidak akan kita rasakan
sekarang, namun anak cucuk kita kelak yang akan merasakannya.(BPRD)
Comments
Post a Comment